Sekolah dasar membangun karakter awal, memberi warna dasar, guru dicontoh, bukan dimengerti, siswa diajari, bukan dihajar. Pintar haruslah bijak, berbuat tidak selalu berkata, Pendidikan adalah jiwa, pelajaran adalah bekal. Nilai bukanlah ujian, faham adalah tujuan. Enam tabiat luhur dasar kehidupan: rukun, kompak, kerjasama yang baik, jujur, amanah, sederhana.

30 July 2007

KTSP , perbaikan yang memakan waktu dan biaya

Banyak orang mengatakan kurikulum yang baru dengan ungakapan KaTeSiaPe.
Hari ini akibat masih simpang siurnya penggunaan standar kurikulum, maka saya sendiri telah menerima pengalaman yang pahit.
Lima buah buku untuk anak saya yang duduk di SMP dan tiga buku lain buat kawannya ternyata salah beli. Buku yang dibeli tidak sama dengan yang digunakan di sekolah anak saya.
Walaupun nama pengarang dan Penerbit yang sama, tetapi yang ada di toko buku adalah yang sudah berlabel KTSP, sementara yang digunakan oleh sekolah justru masih KBK..!?!?
Delapan buku seharga 200 ribu rupiah lebih tidak dapat dikembalikan.
Sebenarnya buat anak saya, buku tersebut masih bisa saya paksakan untuk digunakan, toh isinya tidak berbeda jauh. Namun tentu tidak bagi kawannya. Itupun masih menyisakan masalah, karena masih sulit memberi pengertian pada anak soal buku sumber pelajaran.
Dia khawatir atau mungkin lebih tepat takut untuk berbeda buku dengan gurunya.
Bahkan bisa jadi sebenarnya ada kemalasan dari anak untuk mencari suatu bahasan dari buku lain selain buku yang sama dengan pegangan guru.

Mungkin ini harus bisa dicermati pihak Dinas Pendidikan agar tidak setengah-setengah menerapkan suatu kebijakan kurikulum. Padahal jelas nantinya semua siswa SMP akan menghadapi soal yang sama saat menempuh Ujian Nasional.
Lalu dimanakah cara teman-teman guru mensiasati hal ini. Baik persoalah buku maupun metode pengajaran.

Tidak bisa dipungkiri, saat ini banyak guru hanya menggunakan satu buku sebagai sumber pengajaran dengan berbagai alasan, seperti:
  1. mudah memberi tugas (tidak usah membuat soal sendiri)
  2. proses mengajar yang terbatas (tidak meluas) sebagai dampak metode ceramah tanpa pengayaan materi, sehingga tidak pusing mencari sumber bacaan lain
  3. keterbatasan dana pengadaan buku pegangan
  4. ada ikatan perjanjian dengan penerbit (--dalam hal ini sales buku--).
dan satu hal yang tampak meluas saat ini adalah keengganan murid untuk menulis catatan sendiri. Bahkan untuk suatu rangkuman pokok bahasan pun saat ini hanya mengikuti apa yang ditulis di buku cetak.
Kenyataan ini semakin mengarahkan siswa-siswa kita tidak pandai menuliskan catatan menggunakan kata/kalimat yang baik. Menyelesaikan soal lebih kepada jawaban singkat, pilihan ganda.
Apalagi beban pelajaran yang semakin tinggi disetiap tingkatan kelas, menjadikan pendalaman materi lebih tertuju pada pengerjaan soal sebanyak-banyaknya, bukan pada penguasaan konsep dasar.

20 July 2007

Tahun Ajaran Baru

Tahun ajaran baru 2007-2008 sudah mulai. Liburan 2 minggu terasa tak ada , sebab selama liburan para guru di SDN TT 17 masih harus datang ke sekolah untuk menyelesaikan program pengajaran.
Tahun ajaran ini saya mendapat tugas mengajar di kelas 6 untuk pertama kali. Banyak yang harus saya siapkan, bukan cuma program dan buku sumber , tapi juga mengatur waktu agar bisa tetap memberi pelajaran penuh tapi tidak harus mengorbankan waktu untuk keluarga.
Tahun ini juga anak ke empat saya masuk di kelas 1. Masih belum pasti, apakah ikut saya di SDN TT17 atau jadi sekolah di Depok saja. Beruntung , karena tahun ini sekolah ini mendapat murid baru di kelas 1 sebanyak 25 orang. Itupun masih mungkin bertambah. Jadi kalau Tika --anakku-- tidak jadi bersekolah disini, masih ada 24 orang anak yang mengisi ruang kelas 1.
Yang jadi beban buat saya: bagaimana menyelesaikan pengajaran kurikulum yang sebegitu banyak hingga bulan April mendatang? Apakah saya harus beri jam tambahan? Lalu bagaimana anak-anak dirumah jika ibunya pulang lebih lambat?
Ada pendapat?